Kejaksaan Agung akhirnya membongkar aliran dana suap kepada tiga hakim yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap putusan lepas (ontslag) terkait perkara korupsi fasilitas ekspor minyak sawit (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tiga hakim yang dimaksud adalah Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), serta Ali Muhtarom (AM). Mereka ditetapkan sebagai tersangka pada Minggu, 13 April 2025.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa kasus ini bermula dari permintaan untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng agar diputus ontslag. Untuk itu, tersangka Ariyanto (AR), seorang pengacara dalam perkara tersebut, menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar. AR kemudian bekerja sama dengan Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata PN Jakarta Utara. WG menyampaikan permintaan ini kepada Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
MAN menyetujui permintaan tersebut, tetapi meminta jumlah uang dikalikan tiga menjadi Rp60 miliar. AR menyanggupi dan menyerahkan uang dalam bentuk dolar AS melalui WG. WG kemudian menyerahkan uang kepada MAN dan sebagai imbalannya, menerima bagian sebesar 50.000 dolar AS. MAN lalu membentuk majelis hakim yang terdiri dari DJU sebagai ketua, ASB sebagai anggota, dan AM sebagai hakim ad hoc.
Setelah sidang ditetapkan, MAN memberikan Rp4,5 miliar dalam bentuk dolar AS kepada DJU dan ASB sebagai “uang baca berkas”. Tak lama setelah itu, MAN kembali menyerahkan Rp18 miliar dalam dolar kepada DJU untuk dibagikan kepada ketiga hakim. DJU mendapatkan Rp6 miliar, AM Rp5 miliar, dan ASB Rp4,5 miliar. Uang itu diterima dengan kesadaran penuh bahwa tujuannya agar perkara diputus bebas.
Akhirnya, pada 19 Maret 2025, perkara tersebut benar-benar diputus ontslag oleh majelis hakim. Ketiga hakim kini dijerat dengan berbagai pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan penetapan ini, total tersangka dalam kasus ini telah bertambah menjadi tujuh orang.