Kasus perusakan peralatan pemantauan gempa dan sistem peringatan dini tsunami kembali terjadi. Insiden terbaru dilaporkan terjadi di Kecamatan Nabire, Kabupaten Nabire, Papua Tengah.
Menurut Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, serangkaian tindakan perusakan terjadi pada beberapa tanggal berbeda, yakni 9 Februari 2025 (pemotongan antena modem), 1 Maret 2025 (pemotongan kabel antena GPS), dan 6 Maret 2025 (pemotongan kabel panel surya).
Dalam kejadian terbaru pada Kamis (6/3), selain merusak kabel, pelaku juga mencoba membongkar penutup kayu shelter peralatan InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System), sehingga peralatan pemantauan gempa terpaksa dimatikan demi keamanan.
BMKG Hentikan Operasional Peralatan
Daryono menegaskan bahwa kondisi shelter yang semakin tidak aman menunjukkan adanya upaya pencurian aset berharga milik BMKG. Oleh karena itu, untuk menghindari potensi kerugian lebih lanjut, BMKG memutuskan untuk menarik seluruh peralatan dari lokasi tersebut, termasuk sensor, digitizer, dan perangkat komunikasi.
“Kami terpaksa menghentikan operasional alat pemantau gempa di lokasi ini karena tingkat risikonya semakin tinggi,” ujar Daryono.
Wilayah Rawan Gempa
BMKG menyayangkan aksi perusakan ini, mengingat Nabire merupakan salah satu wilayah dengan aktivitas seismik tinggi. Secara tektonik, daerah ini berada di jalur patahan aktif Sesar Wapoga, yang menurut Pusat Gempa Nasional (Pusgen, 2017), bukanlah sesar mikro, melainkan sesar regional yang mampu memicu gempa berkekuatan hingga magnitudo 7,9.
Sejarah mencatat bahwa Nabire telah beberapa kali diguncang gempa besar yang mengakibatkan korban jiwa, di antaranya:
- 5 Februari 2004 – Gempa berkekuatan 7,0 Mw mengakibatkan 37 korban meninggal.
- 8 Februari 2004 – Gempa berkekuatan 6,7 Mw menyebabkan 2 korban jiwa.
- 26 November 2004 – Gempa berkekuatan 7,1 Mw menelan 32 korban jiwa.
Selain risiko gempa besar, wilayah ini juga rentan terhadap tsunami karena berada di dekat zona sumber gempa seperti Sesar Yapen, Sesar Naik Cendrawasih, serta Zona Megathrust Papua di laut. Salah satu peristiwa tsunami di Nabire yang tercatat dalam sejarah terjadi pada 8 Oktober 1900 dan mengakibatkan lima korban meninggal.
Dampak Perusakan terhadap Keselamatan Warga
BMKG menegaskan bahwa perusakan peralatan pemantauan gempa bukan hanya merugikan negara, tetapi juga membahayakan keselamatan masyarakat sendiri. Tanpa sensor yang berfungsi, kecepatan dan akurasi dalam memberikan informasi gempa serta peringatan dini tsunami akan menurun drastis.
“Kami sangat berharap masyarakat tidak melakukan perusakan atau pencurian terhadap alat-alat BMKG. Jika belum bisa berkontribusi dalam mitigasi bencana, setidaknya jangan merusak sistem yang berfungsi untuk menyelamatkan banyak nyawa,” imbau Daryono.
BMKG juga meminta dukungan dari pemerintah daerah untuk ikut menjaga peralatan yang telah dipasang demi kepentingan bersama. Mengingat kondisi saat ini, penggantian alat yang rusak atau hilang tidaklah mudah.
“Semua peralatan yang dipasang di daerah adalah aset mitigasi yang bertujuan melindungi masyarakat. Oleh karena itu, kami berharap ada rasa memiliki dari pemda dan warga untuk menjaga fasilitas ini demi keberlangsungan layanan informasi dan peringatan dini,” pungkasnya.