Tag Archives: Bencana

https://truereligionjeansoutlet.net

Tiba-Tiba Meluap, Air Sungai Cimanuk Lama Resahkan Warga Indramayu

Indramayu, Jawa Barat – Jumat pagi (24/1/2025), Sungai Cimanuk Lama di Kabupaten Indramayu dilaporkan meluap, mengakibatkan sejumlah desa terendam air. Debit air yang terus meningkat sejak pagi menyebabkan permukiman warga di sekitar Kecamatan Indramayu mulai tergenang, dengan ketinggian air mencapai sekitar 50 sentimeter di beberapa lokasi.

Menurut keterangan warga setempat, Maman, air mulai meluap sekitar pukul 09.00 WIB. “Banjir ini sudah terjadi sejak pagi, kira-kira sekitar jam sembilan. Air mulai masuk ke rumah-rumah warga,” ujarnya. Hingga saat ini, luapan air belum menunjukkan tanda-tanda surut. Di wilayah bantaran sungai, ketinggian air bahkan mencapai selutut orang dewasa dan terus merambah ke beberapa RW lain.

Sungai Cimanuk Lama yang Biasanya Tenang Kini Meluap

Sungai Cimanuk Lama, yang biasanya dikenal dengan debit airnya yang cenderung stabil, dalam beberapa bulan terakhir mulai menunjukkan peningkatan volume air. Ini bukan pertama kalinya sungai tersebut meluap. Maman mengungkapkan bahwa sebelumnya luapan serupa pernah terjadi, namun tidak sebesar kejadian kali ini. “Pernah terjadi sebelumnya saat Pilkada, tapi saat itu tidak terlalu deras seperti sekarang,” tambahnya.

Dugaan Penyebab Banjir

Hingga saat ini, penyebab pasti luapan air Sungai Cimanuk Lama belum dapat dipastikan. Namun, sejumlah warga menduga proyek pembangunan di sekitar Bendungan Karet Cimanuk yang belum selesai menjadi salah satu faktor penyebab. “Mungkin karena perbaikan bendungan Bangkir belum selesai, jadi air meluap ke sini,” kata Maman.

Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Indramayu terkait kondisi ini. Warga berharap pihak terkait segera mengambil langkah untuk mengatasi banjir dan mencegah dampak yang lebih luas.

Warga Diminta Tetap Waspada

Dengan kondisi debit air yang masih tinggi, warga di sekitar bantaran Sungai Cimanuk Lama diimbau untuk tetap waspada dan bersiap menghadapi kemungkinan banjir yang lebih besar. Perkembangan situasi akan terus dipantau sambil menunggu langkah penanganan dari pihak berwenang.

Banjir ini menjadi pengingat akan pentingnya manajemen air dan kesiapan infrastruktur dalam menghadapi cuaca ekstrem, terutama di wilayah yang rentan bencana seperti Indramayu.

Bencana Alam Longsor Di Denpasar, Lima Orang Tewas Dan Tiga Luka-Luka

Bencana longsor yang terjadi di Kota Denpasar, Bali, mengakibatkan lima orang tewas dan tiga lainnya mengalami luka-luka. Peristiwa tragis ini terjadi pada pagi hari di Jalan Ken Dedes, Ubung Kaja, saat para korban sedang tidur di kos-kosan mereka.

Longsor ini terjadi sekitar pukul 07.00 WITA setelah hujan deras mengguyur wilayah tersebut. Material tanah dan bebatuan dari atas tebing longsor menimpa bangunan tempat tinggal para korban, yang merupakan buruh bangunan. Kejadian ini menunjukkan bahwa cuaca ekstrem dapat menyebabkan bencana alam yang merugikan masyarakat. Hal ini mencerminkan perlunya perhatian lebih terhadap kondisi cuaca dan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana.

Tim SAR gabungan dari Basarnas, TNI, Polri, dan relawan segera melakukan pencarian dan evakuasi setelah menerima laporan mengenai longsor tersebut. Dari delapan orang yang berada di lokasi kejadian, lima orang dinyatakan tewas, sementara tiga lainnya berhasil selamat namun mengalami luka-luka. Proses evakuasi berlangsung dengan cepat meskipun tim menghadapi tantangan akibat kondisi tanah yang tidak stabil. Ini menunjukkan dedikasi tim penyelamat dalam menghadapi situasi darurat.

Kehilangan nyawa akibat longsor ini memberikan dampak besar bagi keluarga korban dan masyarakat setempat. Para korban yang tewas adalah pencari nafkah utama bagi keluarganya, sehingga tragedi ini tidak hanya menyisakan duka tetapi juga masalah ekonomi bagi mereka yang ditinggalkan. Ini mencerminkan pentingnya dukungan sosial bagi keluarga korban dalam masa-masa sulit seperti ini.

Masyarakat setempat menunjukkan kepedulian terhadap kejadian ini dengan mengadakan doa bersama untuk para korban. Sementara itu, pihak berwenang mengimbau agar warga waspada terhadap potensi bencana alam lainnya mengingat cuaca ekstrem yang masih berpotensi terjadi di Bali. Reaksi ini menunjukkan bahwa solidaritas sosial sangat penting dalam menghadapi bencana.

Dengan terjadinya bencana longsor yang merenggut nyawa lima orang di Denpasar, semua pihak berharap agar kejadian serupa dapat dicegah melalui peningkatan sistem peringatan dini dan edukasi masyarakat tentang risiko bencana. Diharapkan bahwa upaya mitigasi bencana akan lebih ditingkatkan untuk melindungi warga dari dampak buruk bencana alam di masa depan. Keberhasilan dalam mengatasi masalah ini akan menjadi indikator penting bagi kesiapsiagaan daerah dalam menghadapi bencana.

Banjir Hebat Melanda Bandar Lampung, 11.223 Orang Terkena Dampaknya

Kota Bandar Lampung, Lampung, dilanda banjir besar sejak Jumat (17/1/2025), yang telah merendam sejumlah wilayah di kota tersebut. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Lampung melaporkan bahwa sekitar 11.223 jiwa menjadi korban dari bencana banjir ini. Banjir menggenangi 16 dari 20 kecamatan di kota tersebut, serta 79 kelurahan dari total 124 kelurahan yang ada.

Menurut Analis Bencana BPBD Provinsi Lampung, Wahyu Hidayat, data sementara menunjukkan bahwa dampak banjir sangat signifikan, tidak hanya merendam rumah-rumah warga tetapi juga mengganggu kehidupan sehari-hari. “Banjir ini telah mempengaruhi banyak masyarakat, dengan total 14.160 unit rumah yang terendam,” ujar Wahyu pada Minggu (19/1/2025).

Banjir yang terjadi telah menggenangi beberapa kecamatan dengan tingkat kerusakan yang bervariasi. Kecamatan Bumi Waras, misalnya, mencatatkan 2.989 unit rumah yang terendam, sementara Kecamatan Kedaton mengalami dampak besar dengan 318 unit rumah dan 470 kepala keluarga terdampak. Selain itu, Kecamatan Panjang menjadi salah satu kawasan yang paling parah dengan lebih dari 2.800 rumah yang terendam.

BPBD Provinsi Lampung dan berbagai instansi terkait, seperti TNI, Polri, dan Dinas Pemadam Kebakaran, tengah bergerak cepat untuk membersihkan lumpur yang masuk ke permukiman warga dan memberikan bantuan darurat. “Kami bersama TNI, Polri, dan instansi lainnya telah menyalurkan bantuan logistik serta melakukan pembersihan di wilayah-wilayah yang terdampak,” ujar Wahyu Hidayat.

Pihak BPBD juga sedang melakukan asesmen lebih lanjut untuk menilai kerusakan dan dampak jangka panjang dari bencana ini. Seluruh elemen masyarakat, termasuk Forum Rescue Relawan Lampung, juga turut serta dalam upaya penanganan darurat.

Dalam rekapitulasi kerusakan berdasarkan kecamatan, wilayah seperti Teluk Betung Timur, Sukabumi, dan Kedaton mengalami kerusakan signifikan dengan ribuan rumah terdampak. Di Kecamatan Teluk Betung Timur, lebih dari 2.100 rumah terendam banjir, sedangkan Kecamatan Sukabumi melaporkan hampir 1.500 jiwa terdampak.

Pemerintah setempat terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memberikan penanganan yang lebih baik. Meskipun air banjir mulai surut, banyak wilayah yang masih membutuhkan perhatian khusus untuk pemulihan dan pembersihan. BPBD Provinsi Lampung menghimbau warga untuk tetap waspada terhadap kemungkinan banjir susulan yang dapat terjadi kapan saja.

Dengan banyaknya masyarakat yang terdampak, diharapkan bantuan terus mengalir dan upaya pemulihan dapat segera dilakukan agar kehidupan warga yang terkena dampak dapat kembali normal.

BNPB Imbau Waspada Terhadap Potensi Banjir Susulan Di Berbagai Wilayah

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan imbauan kepada masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi banjir susulan di sejumlah wilayah di Indonesia. Peringatan ini muncul setelah hujan deras yang melanda beberapa daerah, menyebabkan banjir dan kerusakan infrastruktur. BNPB mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan bencana lebih lanjut.

Hujan dengan intensitas tinggi telah melanda berbagai daerah, termasuk Sumatra Utara dan Riau, yang mengakibatkan banjir di beberapa kabupaten. BNPB mencatat bahwa curah hujan yang tinggi berpotensi menyebabkan sungai meluap dan meningkatkan risiko banjir bandang. Ini menunjukkan bahwa perubahan iklim dan pola cuaca ekstrem semakin sering terjadi, mempengaruhi banyak daerah di Indonesia.

Banjir yang terjadi sebelumnya telah menyebabkan kerusakan signifikan di beberapa lokasi, termasuk rumah warga dan lahan pertanian. Di Kabupaten Labuhanbatu Selatan, misalnya, banyak rumah terendam air, dan akses jalan menjadi terputus. Hal ini mencerminkan dampak serius dari bencana alam yang dapat merugikan masyarakat secara ekonomi dan sosial.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menekankan pentingnya masyarakat untuk melakukan evakuasi mandiri jika hujan terus mengguyur selama lebih dari satu jam. Masyarakat juga diminta untuk selalu memantau informasi cuaca dari sumber resmi dan mengikuti arahan dari petugas setempat. Ini menunjukkan bahwa partisipasi aktif masyarakat sangat penting dalam mitigasi bencana.

BNPB juga mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan upaya penanganan bencana dan memberikan bantuan kepada warga yang terdampak. Tim gabungan dari BPBD, TNI, Polri, dan relawan telah dikerahkan untuk membantu evakuasi dan penanganan darurat. Ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam melindungi warganya serta memastikan keselamatan masyarakat saat bencana terjadi.

Dengan meningkatnya potensi banjir susulan, semua pihak berharap agar masyarakat tetap waspada dan siap menghadapi kemungkinan bencana. Diharapkan bahwa langkah-langkah mitigasi yang dilakukan oleh BNPB dan pemerintah daerah dapat meminimalkan dampak negatif dari bencana alam ini. Kesadaran akan risiko bencana dan kesiapsiagaan masyarakat merupakan kunci untuk mengurangi kerugian akibat bencana di masa depan.

Penanganan Bencana: Tahapan Penting untuk Lindungi Masyarakat

Dalam menghadapi risiko bencana yang semakin kompleks, manajemen penanggulangan bencana menjadi elemen krusial. Pendekatan ini mencakup tiga tahap utama, yaitu pra-bencana, tanggap darurat, dan pasca-bencana, yang dirancang untuk melindungi masyarakat serta meminimalkan dampak bencana. Berikut ulasan menarik dari masing-masing tahap yang bertujuan memberikan pemahaman lebih dalam kepada publik.

Tahap Pra-Bencana: Membangun Kesiapsiagaan

Pada tahap ini, dua strategi utama diterapkan: pencegahan dan mitigasi. Pencegahan bertujuan mengurangi potensi risiko melalui perbaikan lingkungan fisik, seperti membangun infrastruktur tahan bencana, dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap ancaman bencana.
Mitigasi kultural juga menjadi fokus penting, di mana masyarakat diajak untuk lebih peduli terhadap lingkungannya, membangun mental tangguh, dan meningkatkan pengetahuan tentang bencana. Langkah-langkah ini mencakup pembuatan peta rawan bencana, pembangunan sistem alarm, dan penyuluhan edukasi.

Selain itu, kesiapsiagaan menjadi bagian integral dari pra-bencana. Pada fase ini, masyarakat dilatih menghadapi situasi darurat melalui simulasi, penyusunan rencana evakuasi, dan pengembangan sistem peringatan dini. Dengan upaya ini, diharapkan risiko korban jiwa serta kerusakan dapat diminimalkan.

Tahap Tanggap Darurat: Reaksi Cepat saat Bencana Melanda

Saat bencana terjadi, fokus utama adalah menyelamatkan nyawa dan melindungi masyarakat dari dampak langsung. Dalam kondisi darurat, langkah-langkah seperti evakuasi, penyelamatan korban, dan pemberian bantuan medis menjadi prioritas.
Pendekatan ini menekankan pentingnya tidak panik, menjauh dari pusat bencana, serta memastikan keselamatan diri sebelum membantu orang lain. Respons cepat dan terorganisir sangat diperlukan agar dampak bencana tidak meluas.

Tahap Pasca-Bencana: Menuju Pemulihan dan Rekonstruksi

Setelah bencana, perhatian diarahkan pada rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi melibatkan pemulihan infrastruktur publik, seperti rumah sakit, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Langkah ini juga mencakup pemulihan fisik dan mental para korban agar mereka dapat kembali ke kehidupan normal.
Rekonstruksi dilakukan dalam jangka menengah hingga panjang, dengan fokus membangun kembali prasarana yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, relokasi korban, perencanaan ulang tata ruang, dan pelatihan kerja juga menjadi bagian penting dari proses ini.

Manajemen Holistik untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Ketiga tahap ini didukung oleh tiga pendekatan utama: manajemen risiko, manajemen kedaruratan, dan manajemen pemulihan. Kombinasi strategi ini memastikan bahwa setiap aspek, mulai dari pencegahan hingga pemulihan, dikelola secara efektif.
Melalui pemantauan berkelanjutan dan kolaborasi berbagai pihak, diharapkan masyarakat dapat lebih siap menghadapi bencana di masa mendatang, sekaligus membangun sistem yang lebih tangguh terhadap berbagai ancaman alam.

Dengan pendekatan ini, manajemen penanggulangan bencana tidak hanya menjadi respons terhadap bencana, tetapi juga sebuah investasi jangka panjang untuk melindungi generasi mendatang.

Ancaman Bencana Besar di Asia: PBB Wanti-wanti Indonesia Waspada

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengeluarkan peringatan serius terkait potensi bencana alam yang semakin meningkat di kawasan Asia, termasuk Indonesia, sebagai dampak dari perubahan iklim yang terus memburuk. Dalam laporan terbaru berjudul State of the Climate in Asia 2023, WMO merinci tren perubahan iklim yang mengarah pada peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam di kawasan tersebut.

Asia tercatat sebagai salah satu wilayah yang paling rentan terhadap bencana yang dipicu oleh faktor cuaca, iklim, dan bahaya terkait air. Laporan tersebut menyoroti sejumlah fenomena mencolok, termasuk kenaikan suhu permukaan, pencairan gletser yang lebih cepat, dan meningkatnya level permukaan laut, yang berpotensi membawa dampak buruk bagi masyarakat, ekonomi, serta ekosistem di wilayah ini.

Pada 2023, suhu permukaan laut di Samudra Pasifik barat laut tercatat mencapai level tertinggi dalam sejarah. Selain itu, Samudra Arktik juga mengalami gelombang panas laut yang luar biasa. WMO mengungkapkan bahwa suhu di Asia memanas lebih cepat dibandingkan dengan rata-rata global, dengan laju pemanasan hampir dua kali lipat sejak periode 1961-1990.

Menurut Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo, perubahan iklim yang semakin parah ini memperburuk kondisi ekstrem seperti kekeringan, gelombang panas, banjir, dan badai yang melanda kawasan Asia. “Banyak negara di Asia mengalami tahun terpanas dalam sejarah pada 2023, yang berimbas pada kehidupan manusia, ekonomi, dan lingkungan,” ungkapnya dalam pernyataan resmi yang disampaikan pada 7 Januari 2025. Saulo menekankan bahwa bencana ini memiliki dampak signifikan, baik bagi kehidupan sehari-hari masyarakat maupun untuk keberlanjutan lingkungan yang semakin terancam.

Laporan State of the Climate in Asia 2023 juga mencatat bahwa sepanjang tahun 2023, tercatat sebanyak 79 bencana hidrometeorologi yang melanda negara-negara di Asia. Banjir dan badai mendominasi, dengan lebih dari 80% dari bencana tersebut berkaitan dengan kedua fenomena tersebut. Tak hanya kerusakan fisik, lebih dari 2.000 korban jiwa dilaporkan akibat bencana ini, sementara hampir sembilan juta orang terpaksa mengungsi dan terdampak langsung. Meski begitu, tingkat kematian akibat panas ekstrem seringkali tidak tercatat, meskipun risikonya terus meningkat.

Salah satu contoh konkret dampak dari bencana alam yang melanda Asia pada tahun 2023 adalah siklon tropis Mocha. Siklon terkuat yang pernah tercatat di Teluk Benggala dalam dekade terakhir ini melanda Bangladesh dan Myanmar, menimbulkan kerusakan besar. Namun, upaya mitigasi yang lebih baik, seperti peringatan dini dan kesiapsiagaan yang lebih baik, berhasil menyelamatkan ribuan nyawa.

Armida Salsiah Alisjahbana, Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP), yang juga bekerja sama dengan WMO dalam penyusunan laporan ini, menegaskan pentingnya kesiapsiagaan yang lebih baik agar dampak bencana bisa diminimalisir. Dia menekankan bahwa negara-negara di Asia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, dan upaya untuk meningkatkan ketahanan harus segera dilakukan untuk mengurangi risiko di masa depan.

Peringatan dari WMO ini menjadi perhatian serius bagi Indonesia dan negara-negara di Asia, yang harus segera mengambil langkah-langkah mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim untuk mengurangi dampak bencana yang semakin mengancam.

Menghadapi Megathrust: Sebagian Besar Rumah di Indonesia Tidak Memadai

Pemerintah Indonesia melalui Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, menyoroti urgensi pembangunan rumah yang memiliki struktur tahan gempa di tanah air, terutama dengan adanya ancaman bencana alam yang semakin nyata. Mengingat tingginya potensi bencana seperti gempa bumi dan megathrust, Fahri menekankan bahwa banyak rumah di Indonesia masih sangat rentan terhadap kerusakan, bahkan dalam gempa dengan skala sedang, seperti gempa magnitudo 7. Jika terjadi gempa besar atau megathrust, banyak bangunan yang bisa hancur, dan hal ini tentu menambah kerugian, baik dari segi material maupun nyawa.

“Sudah waktunya untuk merevisi kebijakan kita dalam hal pembangunan rumah di Indonesia. Terlalu banyak bangunan yang tidak siap menghadapi goncangan, dan kita harus memikirkan bagaimana agar rumah-rumah ini dapat bertahan saat gempa besar terjadi,” ujar Fahri dalam sebuah wawancara pada 8 Januari 2025.

Sebagai negara yang rawan terhadap gempa bumi, Indonesia perlu memastikan bahwa rumah-rumah yang dibangun di seluruh wilayah harus memenuhi standar ketahanan yang memadai. Tidak hanya tahan terhadap gempa, Fahri menjelaskan bahwa pembangunan rumah juga harus memperhatikan kesehatan dan kelayakan struktural. Ke depan, setiap proyek pembangunan rumah harus mengacu pada riset yang telah disetujui pemerintah, yang memastikan bahwa konstruksi tersebut aman dan layak dihuni.

“Pembangunan rumah bukan hanya soal tahan gempa. Rumah harus memenuhi kebutuhan dasar penghuninya, seperti adanya fasilitas dapur yang memadai dan ruang yang cukup. Jika tidak, rumah tersebut bisa berakhir menjadi ‘sampah’ yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” tambah Fahri.

Pentingnya disiplin dalam pembangunan ini ditekankan untuk menghindari masalah di masa depan, terlebih jika proyek pembangunan tersebut melibatkan dana publik. Rumah yang kokoh dan sesuai standar tentunya akan mengurangi risiko kerugian dan melindungi nyawa penghuni dari ancaman bencana.

Sementara itu, para ilmuwan terus mengingatkan bahwa ancaman megathrust di Indonesia masih sangat besar, terutama di zona subduksi selatan Jawa, yang mencakup Selat Sunda. Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah mengungkapkan bahwa segmen megathrust ini memiliki potensi besar untuk memicu gempa besar dengan magnitudo mencapai 8,7 hingga 9,1, yang bisa memicu tsunami yang menghantam pesisir selatan Jawa dalam waktu singkat.

Simulasi yang dilakukan oleh BRIN menunjukkan gelombang tsunami yang dapat mencapai ketinggian 20 meter di pesisir selatan Jawa, dan antara 3 hingga 15 meter di Selat Sunda. Fenomena serupa telah terjadi pada Tsunami Pangandaran tahun 2006, yang dipicu oleh pergerakan tanah di Nusa Kambangan.

Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap gempa dan bencana alam. Para ahli memperingatkan bahwa energi yang terkunci di zona subduksi selatan Jawa sudah mencapai titik kritis, dan potensi gempa megathrust yang terjadi setiap 400 hingga 600 tahun kemungkinan besar akan segera terlepas. Ini menunjukkan betapa pentingnya persiapan yang matang agar bencana besar dapat diminimalkan, baik dampaknya terhadap infrastruktur maupun terhadap keselamatan masyarakat.

Tanah Gerak di Malang Rusak Rumah Warga, Sudah Terjadi Sejak 2016

Fenomena tanah gerak yang terjadi di Kabupaten Malang, khususnya di Desa Tumpakrejo, Kecamatan Kalipare, telah menjadi masalah yang kian meresahkan warga setempat. Sejak pertama kali terdeteksi pada 2016, pergerakan tanah di kawasan tersebut terus berlanjut, merusak rumah warga serta lahan pertanian, terutama di area perkebunan tebu milik warga.

Keprihatinan warga akan ancaman tanah gerak ini akhirnya mendorong mereka untuk melaporkan masalah ini kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang. Berdasarkan keterangan dari Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD, Sadono Irawan, fenomena ini pertama kali muncul pada 2016 di lahan tebu milik seorang warga bernama Untung. Saat itu, pergeseran tanah tidak terlalu luas dan belum menimbulkan dampak besar, sehingga tidak dilakukan relokasi penduduk yang berada di sekitar lokasi tersebut.

Namun, pada tahun 2023 dan 2024, pergeseran tanah semakin parah, khususnya di lahan tebu milik Pak Untung yang terletak sangat dekat dengan pemukiman warga. “Pergeseran tanah di lahan tebu tersebut sudah mencapai 300 meter panjangnya, dengan lebar dan kedalaman hingga 3 meter. Jarak retakan tanah dengan pemukiman warga sekitar 35 meter,” ungkap Sadono.

Akibat dari pergeseran ini, empat rumah warga yang dihuni oleh 12 orang mengalami kerusakan parah. Pemerintah setempat pun berencana untuk merelokasi keluarga-keluarga yang tinggal di area rawan tersebut ke tempat yang lebih aman. Meskipun demikian, hingga saat ini, rumah-rumah tersebut masih dihuni oleh pemiliknya.

Selain merusak rumah dan lahan pertanian, fenomena tanah gerak ini juga menyebabkan tanah ambles di sepanjang jalan, merusak infrastruktur dan memindahkan aliran selokan yang semula mengalir dengan normal. Akibat pergeseran ini, selokan yang tergerus semakin mengikis tanah, memperburuk kondisi setiap kali terjadi hujan.

Warga setempat berharap agar pemerintah segera melakukan penanganan yang lebih serius, mengingat dampak yang ditimbulkan terus meluas dan dapat mengancam keselamatan mereka. Dengan adanya pergeseran tanah yang terus berkembang, penanganan yang lebih tepat dan penilaian risiko yang lebih mendalam sangat diperlukan untuk mencegah bencana lebih besar di masa depan.

Tebing Tanah Barak Bali Longsor Akibat Hujan Deras, Akses Jalan Tertutup

Curah hujan tinggi di wilayah Kuta Selatan, Bali, memicu longsor pada Tebing Barak yang terletak di kawasan wisata Pantai Pandawa. Peristiwa ini terjadi pada Senin (6/1) dini hari. Meski menimbulkan kerusakan, tidak ada laporan korban jiwa akibat kejadian tersebut.

Material Longsor Tutup Akses Jalan Ikonik

Hujan deras yang terus mengguyur sejak pagi menyebabkan tebing di area Tanah Barak, Desa Kutuh, Badung, mengalami runtuhan. Material longsoran menutupi akses jalan utama yang menjadi ciri khas dengan tebing tinggi di sisi kiri dan kanannya.

Ketua Badan Perencana dan Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Pandawa, I Wayan Duartha, mengonfirmasi bahwa alat berat telah dikerahkan untuk membersihkan material longsor. “Hari ini kami telah menurunkan alat berat untuk membersihkan jalan. Kami juga melakukan inspeksi untuk memastikan kondisi tebing aman,” ujar Duartha pada Senin sore.

Faktor Penyebab dan Kondisi Tebing

Menurut Duartha, longsor terjadi karena kombinasi antara curah hujan yang tinggi dan struktur lapisan tanah tebing. Bagian tebing yang runtuh merupakan sisa lapisan dari pemotongan tebing sebelumnya. Untungnya, lapisan tebal yang masih tersisa diyakini cukup kuat untuk menahan beban.

“Kami memastikan lapisan yang tersisa merupakan bagian yang lebih tebal dan kokoh. Namun, sebagai langkah antisipasi, pengecekan kondisi tebing akan dilakukan secara berkala,” tambahnya.

Proses Pembersihan Masih Berlangsung

Pembersihan material longsor dimulai sejak Senin pagi pukul 09.00 WITA. Namun, akses menuju Pantai Pandawa melalui jalur Tanah Barak hingga kini masih tertutup. Diperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pembersihan dan membuka kembali jalur tersebut adalah sekitar satu hari.

Manajemen Pantai Pandawa juga menghimbau pengunjung untuk berhati-hati dan mengikuti arahan petugas selama proses evakuasi berlangsung.

Tsunami Megathrust Bisa Sampai Jakarta Dalam 2,5 Jam, Temuan Riset Geologi

Jakarta – Dua dekade pasca-bencana tsunami yang mengguncang Aceh pada 26 Desember 2004, Indonesia kembali diingatkan akan potensi ancaman serupa yang bisa terjadi kapan saja. Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nuraini Rahma Hanifa, mengungkapkan kekhawatiran terhadap ancaman megathrust yang bisa memicu tsunami besar hingga mencapai pesisir Jakarta.

Rahma, yang hadir dalam acara peringatan 20 tahun tsunami Aceh di Banda Aceh, menyebutkan bahwa potensi bencana besar bisa terjadi di selatan Jawa, terutama di Selat Sunda. Ia mengingatkan bahwa megathrust di wilayah tersebut dapat menyebabkan gempa dengan magnitudo mencapai 8,7 hingga 9,1, yang berpotensi menghasilkan tsunami dahsyat dengan ketinggian gelombang mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa.

“Gempa besar ini dapat memicu gelombang tsunami yang menjalar melalui Selat Sunda hingga Jakarta, dengan waktu tiba sekitar 2,5 jam setelah gempa,” jelas Rahma pada Jumat, 3 Januari 2025. Hasil simulasi yang dilakukan oleh BRIN bersama sejumlah lembaga riset lainnya menunjukkan, gelombang tsunami bisa mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa, sementara Selat Sunda dan pesisir utara Jakarta diprediksi akan terkena gelombang dengan ketinggian lebih rendah namun tetap berbahaya.

Sejarah dan Potensi Dampak Tsunami Besar

Fenomena serupa, seperti tsunami Pangandaran yang terjadi pada 2006, diakibatkan oleh longsoran tanah di dekat Nusa Kambangan. Rahma menyatakan bahwa potensi energi besar yang terkunci di zona subduksi selatan Jawa semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Jika energi ini dilepaskan sekaligus, dampaknya akan terasa tidak hanya di selatan Jawa, tetapi juga di wilayah pesisir lainnya, termasuk Jakarta.

Untuk itu, BRIN menekankan pentingnya mitigasi bencana yang melibatkan pendekatan struktural dan nonstruktural. Pendekatan struktural meliputi pembangunan infrastruktur yang mampu menahan gelombang tsunami, seperti tanggul penahan dan pemecah ombak. Rahma juga menyoroti pentingnya vegetasi alami seperti mangrove yang dapat berfungsi sebagai perlindungan alami di wilayah pesisir.

Selain itu, pendekatan nonstruktural yang melibatkan kesiapsiagaan masyarakat juga sangat penting. Edukasi tentang mitigasi bencana, pelatihan evakuasi, serta penguatan sistem peringatan dini menjadi kunci untuk meminimalkan risiko. “Masyarakat harus paham akan potensi tsunami, cara merespons bencana, dan jalur evakuasi yang aman,” tambahnya.

Kesiapsiagaan di Perkotaan dan Kawasan Industri

Kawasan perkotaan seperti Jakarta yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi dan tanah yang rentan amplifikasi goncangan, perlu melakukan retrofitting atau penguatan struktur bangunan untuk mengurangi dampak gempa. Bagi kawasan industri seperti Cilegon, yang memiliki pabrik besar dengan risiko kebocoran bahan kimia, mitigasi juga harus mencakup langkah-langkah untuk mencegah terjadinya kebakaran akibat gempa.

Rahma juga menjelaskan bahwa penelitian paleotsunami oleh BRIN menunjukkan bahwa megathrust di selatan Jawa memiliki periode ulang sekitar 400-600 tahun. Dengan kejadian terakhir diperkirakan terjadi pada 1699, maka saat ini energi yang terkunci sudah mencapai titik kritis dan berpotensi menyebabkan bencana besar.

“Bencana tsunami seperti yang terjadi di Aceh mengajarkan kita bahwa kesiapsiagaan dan mitigasi yang tepat adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa,” tutup Rahma. Dengan ancaman yang masih ada, Indonesia harus lebih siap dan waspada menghadapi potensi bencana di masa depan.